Tuesday, September 29, 2020

Osvita Punya Cerita Dibalik Corona (bagian 2)

 

       Di hari Jumat, tgl 22 Mei 2020, Dokter sudah mengharuskan aku untuk mulai dirawat agar esok Sabtu bisa operasi. Aku menurut saja. Aku yakin, dokter lebih tahu apa yang terbaik untuk keadaanku saat ini. 

        Baju-baju dan barang yang aku perlukan selama masa perawatan ku di rumah sakit sudah aku siapkan. Tapi ada satu tugas yang hendak aku selesaikan lebih dulu, yaitu merekam videoku bernyanyi untuk proyek Virtual Choir, yang sudah aku janjikan pada adik sepupuku.

        Ku pilih baju yang cocok, ku poles sedikit riasan di wajahku, mencari posisi yang pas untuk rekaman, menata kamera, dsb. Kegiatan yang sangat jarang aku lakukan selama ini. Setelah semua siap, aku mulai rekaman.

        Tanpa ku sadari sebelumnya, ternyata lagu itu memang sudah Tuhan persiapkan untuk aku nyanyikan sebelum aku menghadapi "peperangan"ku.

        Lagu "My Help" (Pertolongan Ku) ini bercerita bahwa tak ada sosok lain yang dapat menolong kita, kalau bukan Tuhan saja. Tak sekalipun Tuhan akan lengah ataupun tertidur. Tuhan selalu siap sedia menolong aku. Ya, Tuhan pasti menolongku juga kali ini.

        Kunyanyikan lagu itu dengan sepenuh hati. Seakan aku tengah berbicara langsung face to face dengan Tuhan. Ini permohonan ku Tuhan. Tolonglah aku. Aku sungguh sangat membutuhkan pertolongan Mu.

        Imanku tengah diuji. Antara berani dan takut, aku tidak tahu lagi perbedaan rasanya dengan pasti. Nyaliku kembang kempis. Saat inilah aku menyadari bahwa imanku selama ini tak ada apa-apanya. Aku tak punya daya apa-apa lagi untuk berjuang sendiri. Aku menyerah. Aku gantungkan sepenuhnya iman percayaku hanya pada Tuhan.

        Proses rekaman tak semulus yang aku bayangkan. Perlu beberapakali pengulangan, yang sebenarnya untuk kondisiku saat itu terasa sangat melelahkan. Di pengulangan yang terakhir sebetulnya aku seakan sudah kehabisan nafas. Apalagi di tengah-tengah proses rekaman itu, aku mulai merasakan di lokasi sakitku itu seperti dicubit dengan kuat berkali-kali. Tapi aku berusaha untuk menahannya. Aku berniat untuk  menyelesaikan rekaman ini dengan baik.

        Akhirnya rekaman selesai. Meski dengan keringat mengalir deras di sekujur tubuh dan serasa udara di sekitarku juga semakin menipis. Aku berusaha untuk tidak terlalu memperhatikannya dan fokus bersiap berangkat ke rumah sakit. Aku merasa lebih siap untuk menghadapi "peperangan"ku. Perbekalan mentalku sudah lebih mantap kali ini.

 (Bersambung...)




Osvita Punya Cerita Dibalik Corona (bagian 1)

        Kala Corona menyapa, Tuhan ijinkan aku bertemu dengan penyakit dan orang-orang yang sakit. Bukan sakit karena Covid 19, melainkan karena kanker payudara. Kini akupun ikut mengalaminya. 



        Kenyataan Corona dan segala situasi yang berkaitan dengan itu bertahap sudah mulai bisa aku nikmati. Harus terus ada di rumah, bekerja dari rumah, keuangan semakin menipis, dsb, sudah mulai aku terima dan terus disyukuri. Bahkan kini aku sedang giat-giatnya hendak membuka kelas berbagi dengan banyak orang, yang tentunya berkaitan dengan bidang keilmuanku, Psikologi. Semua rencana sudah tersusun dengan baik dan siap dieksekusi.

        Tapi -seakan terlintas petir di hari yang cerah- mendadak aku mendapat vonis Kanker Payudara Stadium 2 di masa pandemi ini. Tidak pernah terbayangkan olehku. Hanya dalam waktu 4 hari sejak aku temukan benjolan di payudara kiri ku, hingga diputuskan untuk segera operasi, sungguh aku tak pernah siap!

        Di awal-awal, setiap hari, aku dan ibuku menangis tiap kali memikirkannya. Ku bayangkan hati ibuku yang hancur, mendapat kenyataan, anak tunggalnya harus mengalami penyakit separah itu. Seakan hari esok akan suram dan umurkupun akan pendek. Ayahku memang meninggal karena kanker paru-paru, tapi di usia 80 tahun. Sedangkan aku masih 40 tahun, sedang produktif, namun harus menghadapi ini. Rasanya salah! Tidak masuk di logika ku!

        Mungkin teman-teman FB dan IG ku pernah melihat tulisan ku ini:

Ku bisikkan doa pada telinga Tuhan.

Ku katakan.

Tuhan ijinkanlah aku hidup "1000" tahun lagi.

Untuk dapat menyaksikan malaikat-malaikat kecilku tumbuh dewasa...

Mereka berbahagia dengan hidup mereka.

Mereka bertemu dengan belahan jiwa yang sepadan di mata Tuhan.

Mereka membangun keluarga yang Tuhan berkati dan menjadi berkat.

Akupun dapat menikmati masa tuaku bersama kekasih jiwaku.

Dan menutup mata dalam keabadian pula bersamanya.

Kiranya belas kasihMu mengijinkan permintaan itu menjadi nyata.

Tapi...

Apapun permintaan itu,

biarlah kehendakMu yang jadi.

Segalanya bagi kemuliaan Tuhan saja.

        Itu adalah permintaanku yang sangat serius kepada Tuhan. Aku menuliskannya ditengah rasa gentar tapi sekaligus berusaha untuk dapat berani. Berani bukan demi diriku, melainkan demi kedua buah hatiku, suami dan ibuku. Tak sanggup aku bayangkan bila aku harus pergi lebih dulu dan meninggalkan mereka. Kesedihan yang teramat dalam bagiku, terlebih bagi mereka. Tapi sekaligus kesedihan yang memompa semangatku untuk berani. Aku harus hadapi semuanya dengan tabah. 

        Aku pun mulai berusaha menenangkan diri dan  tidak emosional, agar aku dapat berpikir jernih serta membuat keputusan yang benar. Ku sadari ada banyak pilihan. Ada dokter yang dapat menjadwalkan operasi segera dan adapula dokter lainnya yang dapat menjadwalkan operasi setelah lebaran. Mana yang terbaik? 

        Aku pikir, kalau kanker ku ini ganas dan pada waktu itu belum bisa dipastikan stadium berapa. Logikanya, kanker ini pasti akan cepat dan agresif pergerakannya. Maka, siap atau tidak, aku harus menuntaskan semuanya. Ayo, operasi di hari Sabtu, tgl 23 Mei 2020. Jangan tunda lagi.

(Bersambung...)




Ibuku Sayang

Ibuku sayang.... Yang walau bertambah tua, bertambah keriput, bertambah pencemasnya, bertambah lambat pergerakannya, bertambah macam-macam k...