Saturday, October 17, 2020

Gelisah

“Kurasa dia tidak datang hari ini,” bisik Retno diujung telepon.

“Dia siapa?”, tanya suara diseberang telepon.

“Dia… Lelaki berjaket hitam. Dia selalu datang ke Café La Rose, meski hujan deras sekalipun!,” bisikan Retno terdengar tegas.

“Aku tak mengerti. Dia siapa? Siapa namanya?”, tanya suara.

“Dia yang selalu membuatku gelisah dalam tiap kedatangannya. Matanya tak menatap mataku. Tapi entah mengapa setiap kali melihatnya, jantungku berdetak lebih kencang. Telapak tanganku sampai basah bersimpuh keringat. Dia benar-benar membuatku gelisah!,” kata Retno tak lagi berbisik.

“Itu hanya pikiran kosongmu saja. Dia tidak ada. Dia hanya khayalanmu,” balas suara.

“Tidak… Kamu tidak mengerti. Dia sungguh nyata. Dia hanya tidak datang hari ini. Tapi dia selalu datang. Aku selalu melihat dia. Dia… Dia, seperti ayahku. Dia hendak menangkapku lagi. Dia mau pulangkan aku ke institusi,” kata Retno dengan cemas.

“Itu bukan ayahmu. Itu orang lain. Kamu tidak usah khawatir dengan itu,” balas suara.

“Aku harus pergi. Aku rasa dia datang terlambat hari ini, tapi dia pasti akan tetap datang,” kata Retno.

“Retno, kamu tidak perlu pergi. Dia bukan siapa-siapa. Kamu hanya perlu pulang ke rumah. Supaya kita berkumpul kembali,” kata suara.

“Itu bukan rumah! Kau selalu berbohong padaku! Itu bukan rumah! Itu penjara orang gila! Dan aku tidak gilaaa,” teriak Retno sambil berlari menembus hujan. Meninggalkan gagang telepon umum yang rusak. Tergantung tanpa suara. 

No comments:

Post a Comment

Ibuku Sayang

Ibuku sayang.... Yang walau bertambah tua, bertambah keriput, bertambah pencemasnya, bertambah lambat pergerakannya, bertambah macam-macam k...